
Social Enterprise: Orientasi Pada Solusi, Profit Kemudian
Hello Yellow Fellow!
Kalian tau gak sih, berdasarkan data yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 26,3% di tahun 2021 dengan jumlah 8.746.008 orang. Dari seluruh jumlah pengangguran tersebut, 1 juta orang di antaranya merupakan orang-orang yang sudah memiliki gelar lho!
Jika memiliki gelar saja tidak bisa menjamin untuk bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah, maka bagaimana nasib para kelompok yang termarginalkan seperti kelompok penyandang disabilitas? Apakah para kelompok penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang sama untuk bisa mendapatkan pekerjaan? Apakah para kelompok disabilitas dapat bekerja di berbagai sektor baik sektor formal maupun nonformal? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kali ini tim I-Path telah mengundang Rubby Emir selaku Founder Kerjabilitas. Beliau akan bercerita mengenai platform yang Ia dirikan untuk membantu para penyandang disabilitas. Penasaran? Yuk kita simak artikel berikut ini!
Kerjabilitas: Penghubung antara Penyandang Disabilitas Pencari Kerja dengan Penyedia Kerja
Kerjabilitas yang sudah berdiri sejak tahun 2015 lalu merupakan sebuah platform yang berfokus untuk menjembatani para pencari kerja dengan penyedia lapangan pekerjaan. Namun, terdapat sedikit perbedaan nih antara Kerjabilitas dengan platform kerja lainnya, yaitu platform ini berfokus pada kelompok penyandang disabilitas. Kak Rubby yang statusnya sebagai founder Kerjabilitas mengatakan bahwa tujuannya mendirikan platform ini adalah untuk membantu para penyandang disabilitas agar memiliki kesempatan berkarir baik di sektor formal maupun nonformal. Hal ini dikarenakan terbatasnya kesempatan untuk para penyandang disabilitas untuk memiliki pekerjaan. Oleh karena itu, Kerjabilitas menjadi platform jaringan karir khusus para penyandang disabilitas pertama di Indonesia.
Pengalaman Hidup Menjadi Motivasi untuk Mendirikan Kerjabilitas
Setiap tindakan yang dilakukan seseorang tentunya memiliki motivasi dan latar belakang yang mempengaruhi untuk melakukan tindakan tersebut. Begitu pula dengan Kak Rubby, terdapat beberapa hal yang mendorong Beliau untuk mendirikan platform Kerjabilitas. Memiliki seorang adik yang statusnya sebagai penyandang disabilitas menjadi motivasi utama Kak Rubby dalam mendirikan platform Kerjabilitas. Tidak hanya itu, pengalaman Kak Rubby yang sering bekerja sama dengan pihak-pihak yang termarginalisasikan membuat beliau menyadari sebuah permasalahan sosial yang ada di Indonesia, yaitu kesempatan bekerja yang dimiliki para penyandang disabilitas untuk bisa berkarir di bidang formal masih sangat terbatas. Sehingga akhirnya Kak Rubby memutuskan untuk mendirikan Kerjabilitas agar bisa menjadi solusi dari permasalahan tersebut.
Social First, Baru Profit Kemudian
Dalam membangun sebuah bisnis, terdapat beberapa pendekatan yang dilakukan oleh seorang wirausaha. Salah satu pendekatan dalam bisnis sosial adalah dengan menentukan terlebih dahulu tujuan dari didirikannya bisnis tersebut. Ada sebuah bisnis sosial yang pendekatannya mencari keuntungan terlebih dahulu, baru memberikan dampak sosial. Begitupun sebaliknya ada yang pendekatannya social first, kemudian dengan berjalannya waktu baru mencari keuntungan. Tidak ada yang salah ataupun benar dalam menentukan pendekatan tersebut. Namun, pendekatan yang digunakan oleh platform Kerjabilitas adalah social first. Dengan cara menciptakan dampak sosial terlebih dahulu, kemudian setelah berhasil menciptakan dampak sosial tersebut barulah mereka mencari cara agar platform ini dapat terus berjalan dari sisi keuangan. Hal ini dikarenakan tujuan platform Kerjabilitas sejak awal memang ingin berfokus untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang dialami para penyandang disabilitas yang ada di Indonesia.
Tolok Ukur Keberhasilan Social Entrepreneurship
Bila melihat pada prinsip bisnisnya sendiri, social entrepreneurship mempunyai misi untuk bisa menciptakan dampak sosial yang dapat menyelesaikan permasalahan sosial yang ada. Sehingga yang menjadi tolok ukur keberhasilan bisnis sosial adalah ketika sebuah perusahaan sudah berhasil menciptakan dan menyelesaikan permasalahan sosial yang ada. Berbeda dengan bisnis pada umumnya yang melihat profit sebagai tolok ukur keberhasilan.
Contohnya seperti pada platform Kerjabilitas. Tolok ukur keberhasilan platform Kerjabilitas tidak dilihat pada seberapa besar profit yang dapat dihasilkan. Melainkan seberapa banyak para penyandang disabilitas yang berhasil mendapatkan pekerjaan melalui bantuan platform Kerjabilitas.
Menjadi Sociopreneur, Apakah Tidak Bisa Mendapatkan Keuntungan?
Serupa tetapi tidak sama. Peribahasa tersebut sangat menggambarkan Sociopreneur dengan Entrepreneur. Mengapa demikian? Karena seorang Sociopreneur dan Entrepreneur sebenarnya sama-sama seorang wirausaha yang mendirikan suatu usaha. Namun tujuan yang ingin dicapainya berbeda. Seorang Entrepreneur mendirikan suatu usaha dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan seorang Sociopreneur mendirikan suatu usaha dengan tujuan untuk bisa menyelesaikan permasalahan sosial dibandingkan mengejar keuntungan semata.
Lantas apakah seorang Sociopreneur tidak bisa mendapatkan keuntungan dalam menjalankan usahanya? Jawabannya sama seperti bisnis pada umumnya, ada bisnis yang menguntungkan, belum menguntungkan, bahkan rugi. Namun bila dibandingkan, menjalankan bisnis sosial memang memiliki tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan bisnis biasa. Mulai dari menyadari bahwa bisnis sosial tidak selalu menghasilkan keuntungan. Tetapi berhasil mencapai tahap break even (titik impas) hingga mendapatkan keuntungan sangat mungkin terjadi. Hal ini dapat dicapai jika kita memiliki sifat ulet, yaitu terus mencoba berbagai jenis model bisnis dan mencari berbagai cara untuk bisa menghasilkan keuntungan.
Kerjabilitas Sebelum dan Setelah Pandemi
Kerjabilitas memiliki berbagai program yang bertujuan untuk memperbesar peluang penyandang disabilitas untuk bekerja. Program pertama yang dimiliki Kerjabilitas adalah pelatihan yang dilakukan secara rutin. Sebelum pandemi, pelatihan dilakukan secara luring dan sekarang harus dilakukan secara daring. Namun, hal ini malah berdampak positif pada jumlah pengguna yang mengikuti pelatihan. Karena dilakukan secara daring, jangkauan Kerjabilitas semakin meluas. Sebelumnya, pelatihan hanya dapat dilaksanakan di Surabaya, Banyuwangi, dan Yogyakarta.
Selain pelatihan, terdapat pula program kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan talent disabilitas atau pelatihan untuk menjadi perusahaan yang inklusif. Program ini adalah salah satu sumber profit dari Kerjabilitas. Setelah pandemi, program ini harus dilaksanakan secara daring. Hal ini berdampak positif pada pengguna karena mereka tidak perlu berpergian untuk melakukan wawancara talent. Percaya diri mereka juga meningkat karena tidak harus bertatap muka dengan pewawancara. Ketika wawancara dilakukan secara daring, penilaian yang diberikan bisa lebih objektif dan tidak berbasis pada penampilan fisiknya. Tidak lupa, Kerjabilitas juga menyediakan platform berupa website yang berisi informasi mengenai lowongan kerja.
Kemenangan-kemenangan Kecil Menjadi Momen yang Tidak Terlupakan
Momen yang tidak terlupakan bagi Kerjabilitas adalah ketika mereka berhasil menempatkan penyandang disabilitas ke pekerjaan. Terutama, ketika penyandang disabilitas yang memiliki disabilitas cukup berat atau tingkat pendidikannya tidak terlalu tinggi. Hal tersebut merupakan salah satu tantangan terbesar dan tersulit bagi para penyandang disabilitas untuk bisa diterima. Salah satu contoh kasus adalah penyandang disabilitas pada alat motoriknya, Ia sulit mendapatkan pekerjaan karena sulit berkomunikasi. Namun, setelah 5 tahun didampingi oleh Kerjabilitas, akhirnya Ia diterima di BUMN.
Bisakah Perusahaan Sosial Melakukan Kolaborasi?
Masalah sosial yang sangat luas akan sangat sulit jika diselesaikan sendiri. Salah satu taktik untuk menyelesaikan berbagai permasalahan sosial yang ada adalah dengan melakukan kolaborasi. Kolaborasi dapat dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki visi yang sama dan menemukan titik temu yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak.
Skill yang Dapat Menunjang dalam Berkarir Sebagai Sociopreneur
Hingga detik ini, masih belum ada program studi yang secara spesifik mengkaji tentang sociopreneur. Walaupun begitu, ilmu-ilmu sociopreneur dapat didapatkan melalui beberapa pendekatan. Jika ingin berbasis komunikasi, maka bisa melalui program studi Ilmu Komunikasi. Jika ingin berbasis teknik, maka bisa melalui program studi Teknik. Jadi, tidak perlu ada program studi yang spesifik karena mata kuliah hanya memberi gambaran mengenai praktik yang sudah ada. Bahkan yang tidak kuliah juga bisa berkarir di bidang ini. Mindset, semangat, dan inovasi adalah hal terpenting yang harus dimiliki.
Bicara soal mindset, salah satu kemampuan yang dapat membantu pembentukan mindset adalah kesadaran kritis. Dengan memiliki kesadaran kritis, kita dapat lebih peka terhadap permasalahan yang ada di sekitar kita. Selain itu, kesadaran kritis juga dapat menambah rasa ingin tahu kita. Sehingga, mindset yang terbentuk akan sangat membantu dalam berkarir sebagai sociopreneur. Selanjutnya, setelah meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar, kita harus bisa memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Keterampilan yang harus dimiliki ketika ingin terjun ke bidang sociopreneur kurang lebih sama dengan jika kita ingin memulai usaha atau bisnis. Sejatinya sociopreneur ini adalah menyelesaikan masalah sosial dengan semangat entrepreneur.
Pesan Untuk Para Calon Sociopreneur
Sociopreneur atau entrepreneur lainnya adalah jalan yang sangat menantang untuk ditempuh dan kita tidak tahu akan berujung seperti apa nantinya karena tidak ada jaminan yang jelas. Entrepreneur akan menjadi jalan yang segala sesuatunya akan kalian ciptakan sendiri. Berbeda dengan sektor formal atau bekerja di perusahaan yang memiliki jaminan dan memiliki jenjang yang jelas. Maka dari itu, jangan anggap entrepreneur sebagai karir, anggap saja sebagai misi hidup. Selain itu, kalian harus belajar hal dasar mengenai bisnis. Mulai dari bagaimana cara membangunnya hingga hal dasar seperti inisiatif sosial atau identifikasi masalah sosial. Yang paling penting, jangan takut. Biasanya, di tahun pertama kalian akan bereksperimen untuk melihat percobaan kalian berhasil atau tidak. Kalau tidak berhasil, yang harus kalian lakukan adalah ubah dan lakukan perbaikan secara terus menerus. Ketika produk sudah sesuai dan pasar sudah menerima. Di sinilah kalian meningkatkan pemasaran, publikasi, dan promosi.