Dampak Covid-19: Budaya Bersatu Kita Runtuh, Bercerai Kita Teguh

Latar Belakang

Halo Yellow Fellow! Kalian pasti sudah tidak asing lagi dengan Covid-19 kan? Tapi tau ga sih kalau Covid-19 ini mengakibatkan adanya perubahan terhadap budaya kita? So, let’s check it out! 

Covid-19 merupakan penyakit menular yang berisiko menimbulkan keadaan darurat kesehatan masyarakat. Gejalanya berupa demam, batuk kering, dan sesak nafas, hingga paling buruk dapat menyebabkan kematian. Pertama kali ditemukan di Wuhan dengan puncak kasus pada Februari 2020 sebanyak 10 ribu orang terinfeksi virus corona. Penularan tersebut sulit dihentikan, hingga pada 1 Maret 2020 ditemukan 2 WNI positif terinfeksi virus corona yang langsung dirawat dan diisolasi.

Pada 9 Maret 2020, Kepala Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan covid-19 sebagai pandemi, yakni istilah yang digunakan untuk penyakit yang telah menyebar luas di dunia. Kemudian disusul dengan penetapan covid-19 sebagai bencana nasional melalui Keppres Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020. Keputusan itu mengarah pada perintah untuk gubernur, bupati, dan walikota agar segera menetapkan kebijakan di daerahnya untuk selalu memperhatikan kebijakan Pemerintah Pusat, salah satunya memusatkan kegiatan di dalam rumah.

Peraturan tersebut kini dikenal dengan istilah physical distancing. Dalam situs web sekretariat kabinet, physical distancing diartikan sebagai upaya menjaga jarak aman dan disiplin dalam melaksanakannya. Kebijakan yang diterapkan di Indonesia untuk menjaga jarak antar manusia adalah dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di setiap daerah.

Namun, mampukah masyarakat Indonesia menjalankan kebijakan pemerintah demi memutus rantai penularan covid-19? Atau justru harus melewati adanya miskonsepsi?

Situasi Terkini Kasus Covid-19 di Indonesia

Dilansir dari data pada website Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Semua provinsi di Indonesia sudah terkonfirmasi memiliki kasus positif covid-19. Per 13 Juli 2020 terdapat jumlah kasus mencapai 75.699. Terjadi peningkatan kasus yang sangat signifikan pada 9 Juli 2020, yaitu bertambah 2.657 kasus baru di Indonesia.

Lockdown to PSBB

Wuhan sebagai tempat pertama adanya munculnya jenis virus corona baru dunia, juga menjadi kota pertama di China yang menerapkan sistem lockdown mulai 23 Januari 2020. Selanjutnya diikuti oleh negara-negara lain yang telah terinfeksi. Setiap negara melakukan pembatasan akses keluar masuk masyarakat di suatu wilayah. Khususnya pembatasan perjalanan melalui transportasi udara. Maka dari itu, dengan terpaksa maskapai melalui pembatalan penerbangan, baik domestik maupun internasional.

Durasi lockdown setiap negara atau wilayah berbeda. Wuhan dan provinsi Hubei melakukan lockdown pertama selama 10 minggu. Selama masa lockdown, masyarakat disarankan untuk karantina diri, menghindari bahkan membatalkan pertemuan-pertemuan yang mengundang kerumunan, selain itu, pemerintah Kota Wuhan dan Provinsi Hubei menutup tempat publik seperti sekolah, universitas, dan kantor. Lockdown Wuhan resmi berakhir pada 8 April 2020.

Selama lockdown diterapkan, China umumnya mengalami penurunan kasus. Per April, Wuhan melaporkan hanya ada tiga kasus tambahan dalam tiga minggu terakhir. Penurunan jumlah kasus yang cukup signifikan, pemerintah kota Wuhan memutuskan untuk mengakhiri lockdown. Melihat dampaknya, lockdown merupakan salah satu cara efektif untuk menekan angka kasus Covid-19, tentunya diperlukan beberapa pertimbangan untuk pemerintah sebelum memberlakukan sistem tersebut, seperti supply pangan dan jaminan kesehatan lainnya.

 

Sejak muncul kasus pertama di Indonesia dan belum ada kebijakan yang patuh kecuali anjuran protokol kesehatan dan physical distancing. Banyak daerah-daerah di Indonesia baik kota maupun kabupaten menerapkan lockdown wilayah seperti Tegal, Tasikmalaya, Makassar, Ciamis, dan Papua. Untuk menekan jumlah kasus, Indonesia melakukan modifikasi terhadap kebijakan lockdown, yaitu diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). PSBB ini diterapkan sesuai dengan tingkat keparahan pandemi di wilayah tersebut. Wilayah pertama yang resmi menerapkan PSBB adalah epicentrum wabah, DKI Jakarta. Sama halnya dengan lockdown, PSBB juga menerapkan sistem penutupan tempat-tempat keramaian, sekolah, kantor, mall, dan tempat ramai lainnya. Meskipun terjadi penutupan tempat-tempat tertentu, tetapi aktivitas tetap berjalan seperti biasa dengan menggunakan sistem daring, bekerja dan belajar dari rumah.

 

Miskonsepsi New Normal

Istilah new normal merupakan tatanan baru dalam menjalankan berbagai aktivitas dalam masa pandemi. Konsep new normal ini bertujuan untuk menjaga produktivitas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Sebelum dikenalkan kepada masyarakat Indonesia, konsep new normal  lebih dulu diterapkan di negara lain. Di Indonesia, new normal kerap disalahartikan oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai masa memasuki kondisi normal setelah pandemi. Miskonsepsi tersebut merujuk pada perilaku masyarakat Indonesia yang kurang memerhatikan protokol kesehatan. Istilah new normal dipahami secara salah oleh masyarakat sebagai situasi yang sudah normal. Dilansir dari jurnal presisi pikiran rakyat, menurut ketua komisi VIII DPR RI Yandri Susanto, hal itu disebabkan oleh istilah asing yang sulit dipahami masyarakat Indonesia. Karenanya, sosialisasi protokol kesehatan menggunakan istilah bahasa asing tidak efektif dalam penanganan pandemi covid-19.

DPR dan BNPB telah sepakat untuk mengubah istilah new normal ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami dan familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Selain berkaitan dengan miskonsepsi terkait pemahaman masyarakat, keberhasilan new normal juga berkaitan dengan transformasi sosial budaya. Masyarakat Indonesia yang lekat dengan budaya kebersamaannya akan sulit menerima konsep new normal.  Sedangkan new normal menuntut adanya protokol kesehatan sehingga intensitas kebersamaan masyarakat dibatasi. Karenanya new normal menjadi tantangan mekanisme kultural bagi masyarakat Indonesia.

Opini : Lockdown to PSBB

Secara de jure, Lockdown/PSBB dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan pertumbuhan angka Covid-19. Di sisi lain, kita bisa juga bebas mengartikan bahwa stase ini menjadi kesempatan bagi manusia untuk melakukan ‘rehat’ besar-besaran dari aktivitasnya di tapakan bumi. Sebab dengan demikian, kita juga mendapat berbagai kabar baik dari kondisi bumi, terkait peningkatan kualitas udara, pengurangan produksi sampah, dsb.

Opini : Miskonsepsi New Normal

  1. Peningkatan jumlah korban positif Covid-19 mengindikasikan nyawa dianggap hanya sebatas angka.
  2. Pada dasarnya orang indonesia memang memiliki budaya kebersamaan dan kedekatan secara fisik, oleh karenanya agak sulit ‘diterima’ masyarakat.
  3. Permasalahan ini akan bergantung pada bagaimana komunikasi persuasif pemerintah ke masyarakat. Bahkan jika dibutuhkan, tindakan represif tidak lagi menjadi sebuah pilihan, alias malah justru keharusan. Sayangnya, masyarakat akan ditambah tekanannya kalo emang pemerintah mau menggunakan cara represif. (ganti jadi: permasalahan ini akan bergantung pada bagaimana komunikasi persuasif pemerintah ke masyarakat.)
 

Covid-19 tentunya membawa tantangan besar-besaran terhadap seluruh umat di bumi ini, namun bukan tidak mungkin bagi manusia untuk bertahan di dalamnya. Sebab Tuhan mencipta makhluk hidup, dengan salah satu kelebihan di dalamnya: beradaptasi.

Penulis

Tim Sahabat Gempal:

maisaroh

Diana D. Annisa

Hema Juniartanti Haztinah

Vidya Utami Handanu

Referensi

Muhyiddin. (2020). Covid-19, New Normal dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia. The Indonesian Journal of Development Planning, 4(2), 240-252.

Sohrabi, C. A.-J. (2020). World Health Organization declares global emergency: A review of the 2019 novel coronavirus (COVID-19). International Journal of Surgery. 71-76.

Divisi Akademik dan Profesi Kabinet Nirgahana Hima Ilkom

Contacts


For any inquiries please hit us up through

himailkom@gmail.com